AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH : GOLONGAN YANG SELAMAT (al Firqah an-Najiyah)

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH : GOLONGAN YANG SELAMAT
(al Firqah an-Najiyah)
=============================================

425860_161947023946661_186814868_n

قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْــهِ وَسَلَّمَ وَاِنَّ هَذِهِ الْمِلََّةَ ستَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ تِثْنَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارٍ وَوَاحِدَةُ فِى الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ (رواه أبو داود(

Maknanya: “…dan sesungguhnya ummat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 diantaranya di neraka dan hanya satu yang di surga yaitu al-Jama’ah”. (H.R. Abu Dawud)

Akal adalah syahid (saksi dan bukti) akan kebenaran syara’. Inilah sebenarnya yang dilakukan oleh ulama tauhid atau ulama al-kalam (teologi). Yang mereka lakukan adalah taufiq (pemaduan) antara kebenaran syara’ dengan kebenaran akal,
mengikuti jejak nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam -seperti dikisahkan al-Quran- ketika membantah raja Namrud dan kaumnya, di mana beliau menundukkan mereka dengan dalil akal.
Fungsi akal dalam agama adalah sebagai saksi bagi kebenaran syara’ bukan sebagai peletak dasar bagi agama itu sendiri.

Rasulullah صَلَّ اللهُ عَلَيْــهِ وَسَلَّمَ juga telah menjelaskan jalan selamat yang harus kita tempuh agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Yaitu dengan mengikuti apa yang diyakini oleh al-Jama’ah; mayoritas umat Islam. Karena Allah telah menjanjikan kepada Rasul-Nya, Muhammad , bahwa umatnya tidak akan tersesat selama mereka berpegang teguh kepada apa yang disepakati oleh kebanyakan mereka.

Allah tidak akan menyatukan mereka dalam kesesatan. Kesesatan akan menimpa mereka yang menyempal dan memisahkan diri dari keyakinan mayoritas.
Mayoritas umat nabi Muhammad صَلَّ اللهُ عَلَيْــهِ وَسَلَّمَ dari dulu sampai sekarang adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Perihal al-Jama’ah dan pengertiannya sebagai mayoritas umat Muhammad yang tidak lain adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya :

أُوْ سِيْكُمْ بِأَصْحَابِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، وَفِيْهِ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَأِيَّاكُمْ وَالْفُرْقة فَأِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَا حِدِ وَهُوَ مِنَ الْأِثْنَيْنِ اَبْعَدُ فَمَنْ اَرَادَ بُحْبُوْحَة الْجَنَّةَ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَة (رواه التِرْمذِيُّ وَقَال حَسَنُ صَحِيْحٌ وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ)

Maknanya: “Aku berwasiat kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian mengikuti orang-orang yang datang setelah mereka, kemudian mengikuti yang datang
setelah mereka“. Dan termasuk rangkaian hadits ini: “Tetaplah bersama al-Jama’ah dan jauhi perpecahan karena syaitan akan menyertai orang yang sendiri. Dia (syaitan) dari dua orang akan lebih jauh, maka barang siapa menginginkan tempat lapang di surga hendaklah ia berpegang teguh pada (keyakinan) al-Jama’ah”. (H.R. at-Turmudzi, ia berkata hadits ini Hasan Shahih juga hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim).

“Konteks pembicaraan hadits ini jelas mengisyaratkan bahwa yang dimaksud al-Jama’ah adalah mayoritas umat Muhammad dari sisi kuantitas.”

Selanjutnya di kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah dikenal istilah “ulama salaf”. Mereka adalah orang-orang yang terbaik dari kalangan Ahlusssunnah Wal Jama’ah yang hidup pada 3 abad pertama hijriyah sebagaimana sabda nabi

خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ( رواه التِرْمذِيُّ )
Maknanya: “Sebaik-baik abad (kurun) adalah abadku kemudian abad setelah mereka kemudian abad setelah mereka”. (H.R. Tirmidzi)

Pada masa ulama salaf ini, di sekitar tahun 260 H, mulai menyebar bid’ah Mu’tazilah, Khawarij, Musyabbihah dan lainnya dari kelompok-kelompok yang membuat faham baru.

Kemudian dua imam agung; Abu al-Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) semoga Allah meridlai keduanya datang dengan menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al-Quran dan Hadits) dan dalil-dalil aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhat-syubhat (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij tersebut di atas dan ahli bid’ah lainnya. Sehingga Ahlussunnah dinisbatkan kepada keduanya. Mereka; Ahlussunnah Wal Jamaah akhirnya dikenal dengan nama al-Asy’ariyyun (para pengikut imam Abu al-Hasan Asy’ari) dan al-Maturidiyyun (para pengikut imam Abu Manshur al-Maturidi).

Al-Hafizh Murtadla az-Zabidi (W. 1205 H) mengatakan:

أِذَا أَطْلِقُ أَهْلُ السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمْ الأ شَاعِرَةِ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ إتحاف سادات المتقين، محمد الزبدي، ج. 2، ص. 6

“Jika dikatakan Ahlussunnah wal Jama’ah, maka yang dimaksud adalah al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah “. (al-Ithaf Sadat al-Muttaqin, Muhammad az-Zabidi , juz 2 hlm 6)

Karena sebenarnya keduanya hanyalah meringkas dan menjelaskan aqidah yang diyakini oleh para nabi dan rasul serta para sahabat.
Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah memang bukan hanya milik Asy’ariyyah atau Maturidiyyah saja. Siapa saja yang berpegang kepada al-Qur’an, Sunnah Rasulullah Saw., dan atsar para Shahabat beliau adalah termasuk Ahlussunnah Wal-Jama’ah, baik sebelum Asy’ariyyah muncul atau sesudahnya.
Akan tetapi, aqidah (keyakinan) Ahlussunnah Wal-Jama’ah seperti itu belumlah tersusun secara rapi dan masih terpencar-pencar di masa ulama salaf, mengingat pada masa itu para ulama menghadapi cobaan berat dari penguasa yang beraqidah Mu’tazilah (lihat I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah, KH. Siradjuddin Abbas, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, hal. 16).

Aqidah Ahlusssunnah adalah aqidah yang diyakini oleh ratusan juta umat Islam, mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, Maliki,Hanafi, serta orang-orang yang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al-Hanabilah).
Aqidah ini diajarkan di pesantren-pesantren Ahlussunnah di negara kita, Indonesia. Dan al-Hamdulillah, aqidah ini juga diyakini oleh ratusan juta kaum muslimin diseluruh dunia seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, India, Pakistan, Mesir (terutama al-Azhar), negara-negara Syam (Syiria, Yordania, Lebanon dan Palestina), Maroko,Yaman, Irak, Turki, Daghistan, Checnya, Afghanistan dan masih banyak lagi di negara-negara lainnya seperti di afrika, eropa, amerika dan australia .

Berikut pernyataan para ulama Ahlu Sunnah Wal Jama’ah:

وأهل الحق عبارة عن أهل السنة أشاعرة وماتريدية أو المراد بهم من كان على سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فيشمل من كان قبل ظهور الشيخين أعني أبا الحسن الأشعري وأبا منصور الماتريدي (حاشية العدوي، علي الصعيدي العدوي، دار الفكر، بيروت، 1412 ج. 1، ص. 151)

“Dan Ahlul-Haqq (orang-orang yang berjalan di atas kebenaran) adalah gambaran tentang Ahlussunnah Asya’irah dan Maturidiyah, atau maksudnya mereka adalah orang-orang yang berada di atas sunnah Rasulullah Saw., maka mencakup orang-orang yang hidup sebelum munculnya dua orang syaikh tersebut, yaitu Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Hasyiyah Al-‘Adwi, Ali Ash-Sha’idi Al-‘Adwi, Dar El-Fikr, Beirut, 1412, juz 1, hal. 105).

والمراد بالعلماء هم أهل السنة والجماعة وهم أتباع أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي رضي الله عنهما (حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح، أحمد الطحطاوي الحنفي، مكتبة البابي الحلبي، مصر، 1318، ج. 1، ص. 4)

“Dan yang dimaksud dengan ulama adalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dan mereka adalah para pengikut Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi radhiyallaahu ‘anhumaa (semoga Allah ridha kepada keduanya)” (Hasyiyah At-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, Ahmad At-Thahthawi al-Hanafi, Maktabah al-Babi al-Halabi, Mesir, 1318, juz 1, hal. 4).

وأما حكمه على الإطلاق وهو الوجوب فمجمع عليه في جميع الملل وواضعه أبو الحسن الأشعري وإليه تنسب أهل السنة حتى لقبوا بالأشاعرة (الفواكه الدواني، أحمد النفراوي المالكي، دار الفكر، بيروت، 1415، ج: 1 ص: 38)

“Adapun hukumnya (mempelajari ilmu aqidah) secara umum adalah wajib, maka telah disepakati ulama pada semua ajaran. Dan penyusunnya adalah Abul Hasan Al-Asy’ari, kepadanyalah dinisbatkan (nama) Ahlussunnah sehingga dijuluki dengan Asya’irah (pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari)” (Al-Fawakih ad-Duwani, Ahmad an-Nafrawi al-Maliki, Dar el-Fikr, Beirut, 1415, juz 1, hal. 38).

Sebutan Ahlussunnah Wal-Jama’ah bagi Asy’ariyyah dan “pemimpin Ahlussunnah Wal-Jama’ah” bagi Abul Hasan al-Asy’ari, hanyalah sebagai suatu penghargaan dari para ulama setelah beliau atas jasa-jasa beliau dalam menyusun aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah serta perjuangan beliau dalam mempopulerkan dan menyebarluaskannya di saat aqidah sesat Mu’tazilah masih berkuasa. Tentunya, ini tidak berarti bahwa faham Asy’ariyyah atau Maturidiyyah adalah satu-satunya yang sah disebut sebagai Ahlussunnah Wal-Jama’ah, sebab baik Abul Hasan al-Asy’ari maupun Abu Manshur al-Maturidi hanyalah menyusun apa yang sudah diyakini oleh para ulama salaf yang bersumber kepada al-Qur’an, Sunnah Rasulullah Saw., dan atsar para Shahabat. Jadi, mereka hanya menyusun apa yang sudah ada, bukan mencipta keyakinan yang sama sekali baru.

Bukan seperti tuduhan kaum Musyabbihah tanpa dasar, seperti kata pepatah arab
“Qabihul Kalam Silahulliam” (kata-kata yang jelek adalah senjata para pengecut).

Di saat para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah merasa berbahagia dengan mengakui diri sebagai pengikut ajaran Asy’ariyyah, kaum Salafi & Wahabi justeru malah melepaskan diri dari ikatan itu, dan memberlakukan terminologi umum tentang Ahlussunnah wal-Jama’ah yang tidak ada hubungannya dengan Asy’ariyyah. Itu memang hak mereka, tetapi masalahnya, bila di dalam mempelajari aqidah tidak ada format baku yang disepakati atau tidak ada ikatan SANAD ILMU YANG TERSAMBUNG dengan para ulama terdahulu dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. serta atsar para Shahabat, maka akan ada banyak orang yang dapat seenaknya mengaku sebagai Ahlussunnah Wal-Jama’ah dengan hanya bermodal dalil-dalil yang mereka pahami sendiri. Dan keadaan ini berbahaya bagi keselamatan aqidah umat Islam.

Jadi, siapakah yang lebih pantas disebut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, kaum Salafi & Wahabi yang memahami aqidah para ulama salaf dengan caranya sendiri sehingga berbeda kesimpulan dengan para ulama salaf itu, ATAUKAH para pengikut Asy’ariyyah yang menerima ajaran aqidah ulama salaf secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui para guru dan kitab-kitab mereka serta TIDAK BERTENTANGAN dgn mereka generasi salaf?

Wallahulmusta’an

Artikel menarik lainnya

Kontroversi Bid’ah Menurut Pemahaman Salafuna Shaleh

Apa yang ditinggalkan nabi belum tentu HARAM

Jumhur ulama Ahlu Sunnah salaf maupun kholaf “Allâh Istawâ ‘Alâ al-‘Arsy”..?

Masalah ayat atau hadits tasybih dalam ilmu tauhid

Nur Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam

white

Pos ini dipublikasikan di Aqidah. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar