Benarkah..! Peninggalan Berupa Rekening dan Hotel Mewah Milik Sayyidina Utsman bin Affan r.a
Utsman bin Affan ( عثمان بن عفان, Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Sayyidina Utsman ibn Affan r.a adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al-Quran.
Ia adalah Khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Masa Hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya
Pada September 622, terdapat skenario pembunuhan kepada Nabi Muhammad, maka secara diam-diam Nabi Muhammad saw bersama Abu Bakar Ash-shidiq r.a pergi meninggalkan kota Mekkah. Sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad dan pengikutnya berhijrah ke Yastrib 320 kilometer (200 mil) utara Mekkah.
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Sayyidina Utsman r.a bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, sayyidina Utsman mengikuti Nabi Muhammad untuk hijrah ke Yastrib. Yastrib kemudian berubah nama menjadi Madinat un-Nabi, yang berarti “kota Nabi”, tapi kata un-Nabi menghilang, dan hanya disebut Madinah, yang berarti “kota”.
Kisah sadaqah jariyah sayyidina Utsman radiyallahu ‘anhu
Diriwayatkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Makah Al-Mukarramah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, SUMUR AR-RUMAH (Raumah) namanya. Rasa airnya pun mirip dengan sumur zamzam. Lantas mereka datang kepada Nabi SAW dan memberitahu beliau mengenai persoalan yang mereka alami.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).
Kemudian Rasulullah SAW. mengutus seseorang untuk memberitahu orang Yahudi tersebut agar mau menjual sumur tersebut ke umat Islam, dengan imbalan sebuah mata air kelak di surga. Akan tetapi orang Yahudi tersebut menolak tawaran tersebut dan menyatakan hanya menginginkan imbalan berupa harta. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Tatkala Sayyidina Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mendengar hal itu, lantas beliau pergi ke si Yahudi pemilik sumur menawar untuk membeli sumur Ar-Rumah (Raumah) dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.
Sayyidina Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga Allah Ta’ala, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.
“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu seharga 20.000 dirham” sayyidina Utsman r.a, melancarkan negosiasinya.
“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.
“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” tutur sayyidina Utsman r.a.
Yahudi itupun berfikir cepat, “… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Ar-Rumah (Raumah) adalah milik Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu.
Sayyidina Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka GRATIS karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumah pun menjadi milik sayyidina Utsman r.a secara penuh.
Kemudian sayyidina Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mewakafkan sumur Raumah. Sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya.
Setelah beberapa tahun, di sekeliling sumur ini ditumbuhi pohon kurma. Daulah Utsmaniyah merawat pohon-pohon kurma tersebut hingga tumbuh besar. Setelah itu Kerajaan Saudi Arabia juga merawatnya hingga jumlah pohon kurma saat ini mencapai hampir 1550 pohon. Kementerian Pertanian Saudi Arabia menjual buah kurma yang dihasilkan ke pasar, separuh dari hasil penjualannya diberikan kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan separuhnya lagi disimpan di bank dalam rekening atas nama Sayyidina Utsman bin Affan yang penggunaannya akan diatur oleh Kementerian Wakaf.
Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar2.. setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin.. sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama ‘Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.
Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yg cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.
Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar 50 Juta Riyal Saudi per tahun. Setengahnya untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu..
Ini adalah salah satu bentuk sadaqah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir, walaupun orangnya sudah lama meninggal..
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]
Dan disebutkan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda.
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia”.
Menjelang wafatnya sayyidina Utsman bin Affan r.a
Khalifah Utsman tatkala mendekati wafatnya dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski sayyidina Utsman r.a mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. SayyidinaUtsman r.a akhirnya wafat sebagai syuhada pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh sayyidina Utsman r.a saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah perihal kematian sayyidina Utsman r.a yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan sayyidina Utsman ra. berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dulhijjah 35H. Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
Makam Sayyidina Utsman Ibn Affan radiyallahu ‘anhu
Artikel menarik lainnya
Urutan Fasa Kenabian dan Kekhalifahan Islam
Naskah Piagam Madinah
Palestina (Yerusalem) dibawah perjanjian damai Sayyidina Umar bin khattab r.a
Ketika Umar bin Khattab hendak memenggal kepala Hakam
Teladan luhur jihad sayyidina Ali bin abi thalib kwj
Kisah tauladan Zahid r.a seorang sahabat Rasul saw yang mengharukan..